Bulan Desember 2012 ini akan dilakukan Uji Publik Kurikulum Baru oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kurikulum baru ini lebih mengedepankan soft skillsketimbang hard skills saja. Kurikulum baru ini akan diterapkan di tahun ajaran baru 2013/2014. Ada pelajaran yang dilebur yakni IPA dengan IPS. Sementara Bahasa Inggris dihilangkan dan menjadi muatan lokal. Rencananya pelajaran di tingkat Sekolah Dasar (SD) ini akan dikemas dalam bentuk proses belajar mengajar yang tematik.
Menurut catatan sejarah, dunia pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan kurikulum sebanyak 9 kali. Kurikulum pertama tahun 1947 dikenal dengan Leer Plan (Rencana Pelajaran) yang lebih besar nuansa politik Belanda. Kedua, tahun 1952 yang disebut dengan Rencana Pelajaran Terurai yang lebih merinci silabus setiap mata pelajaran. Di tahun 1964, kurikulum ketiga bernama Rentjana Pendidikan yang menitikberatkan pada pengembangan moral, kecerdasan, emosioinal/ artistik, keprigelan dan jasmani atau Pancawardhana (Hamalik, 2004). Empat tahun kemudian, tahun 1968 dinamai dengan Kurikulum 1968 yang merupakan penyempurnaan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila. Kemudian, berubah lagi di tahun 1975 dengan nama Kurikulum 1975 yang lebih efisien dan efektif dengan konsep bidang manajemen atau disebut MBO (Management by Objective) dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Di perubahan keenam terjadi tahun 1984 disebut Kurikulum 1984 yang lebih mengusung Skill Approach (Pendekatan Keahlian) dengan model yang disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Learning (SAL). Ketujuh, ialah tahun 1994 dan 1999 yang disebut dengan Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 yang memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya dan materi muatan lokal disesuaikan dengan daerah masing-masing. Di tahun 2004, kurikulum disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang setiap pelajaran diurai berdasarkan kompetensi yang harus dicapai siswa, tapi hasilnya kurang memuaskan. Yang terakhir di tahun 2006 disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memfokuskan pada isi dan proses pencapaian target kompetensi siswa melalui Kerangka Dasar (KD), Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) hingga saat ini.
Menurut George A Beauchamp (1986) dalam bukunya, a curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollement in given school atau Kurikulum ialah sebuah dokumen tertulis yang mengandung banyak bahan-bahan, tapi pada dasarnya kurikulum ialah sebuah rencana pendidikan untuk murid sejak mereka mendaftar di sekolah.
Saya memang bukan pakar pendidikan tapi saya pendidik. Jadi, pada prinsipnya, saya sangat mendukung adanya perubahan di sistem pendidikan kita. Namun demikian, banyak aspek yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan sebelum menerapkan kurikulum baru ini. Jangan sampai murid, orang tua dan guru hanya menjadi ‘korban’ uji coba atau ‘bahan’ percobaan kurikulum baru.
Untuk mempersiapkan kurikulum baru, Kemendikbud perlu mencermati untuk siapa kurikulum ini dirancang. Jangan nantinya ada kesenjangan sosial antara murid yang mampu secara ekonomi dan kurang mampu. Kurikulum juga diharapkan dapat diterapkan merata di seluruh pelosok negeri ini sesuai dengan kebutuhan di daerah masing-masing. Kurikulum di tingkat SD ini disarankan dapat mengembangkan 8 kecerdasan dasar murid yang sudah dimiliki manusia sejak lahir yang dikenal dengan Multiple Intelligences (Kecerdasan Ganda). Periode murid di tingkat dasar merupakan pembentukan segala-galanya termasuk otak dan watak, berdasar tulisan Widjajalaksmi Kusumanigsih di harian Kompas 12 November 2012, perkembangan penting dalam pembesaran otak manusia akibat bertambahnya volume otak pada lobus frontalis dan lobus parietal yang berhubungan dengan keinginan, gagasan serta pengendaliannya, kepribadian, daya simak, pemikiran, asosiasi dan integrasi berbagai pengalaman.
Selain itu, kurikulum juga diciptakan untuk apa. Artinya, kurikulum harus megandung ontologi (hakikat apa yang dikaji), Epistimologi (cara mendapatkan pengetahuan yang benar) dan aksiologi (nilai kegunaan dalam ilmuan) untuk semua peserta didik. Hal ini berdasarkan filsafat ilmu yang perlu diterapkan dalam kurikulum dengan dasar-dasar pengetahuan berupa penalaran, logika, sumber pengetahuan dan kriteria kebenaran.
Menurut Prof. Arief Rachman, ada 4 syarat pembuatan kurikulum. Pertama, kurikulum harus relevan dengan kebutuhan murid. Kedua, Kurikulum harus sesuai dengan umur peserta didik. Ketiga, Kurikulum harus bisa membuat murid dapat memecahkan masalah dan mencari jalan keluar dari suatu masalah. Terakhir, kurikulum harus memperisapkan murid untuk masa depannya.
Bulan depan, Kemendikbud perlu melakukan uji publik tidak hanya terhadap sekolah-sekolah tetapi juga terhadap dunia di luar sekolah. Dunia pertama ialah dunia kerja. Kemendikbud perlu mengkaji Sumber Daya Manusia (SDM) seperti apa yang dibutuhkan di dunia kerja seperti dalam suatu perusahaan. Dunia kedua ialah dunia universitas. Kampus perlu digandeng dalam hal penelitian. Negara ini akan maju kalau setiap kebijakan dan keputusan dikaji terlebih dahulu melalui pendekatan ilmiah atau riset oleh pemerintah. Maka, dibutuhkan SDM jenis apa yang dapat melakukan riset nantinya.
Ada pula beberapa aspek yang perlu dipersiapkan sebelum peluncuran kurikulum baru. Dua aspek yang paling utama ialah aspek pengukuran (ujian) dan aspek guru. Apapun bentuk kurikulumnya, dari negara manapun kurikulumnya, secanggih apapun kurikulumnya, jika aspek ujian dan aspek guru tidak diperhatikan, menurut saya hanya setali tiga uang dengan penerapan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Kurang berhasil kurikulum sebelumnya disebabkan kualitas dan kuantitas guru yang kurang merata di seluruh Indonesia. Ujian Kompetensi Guru (UKG) dengan sertifikat hanya sebatas pemetaan, belum meningkatkan kualitas mengajar guru. Di samping itu, sistem ujian akhir juga menjadi ukuran yang kurang jelas. Penggantian sistem ujian dari EBTANAS hingga UN dengan sistem nilai pengukuran yang kurang komprehensif dan adil juga berperan penting dalam kurang berhasilnya kurikulum terdahulu.
Terdapat 3 pertanyaan dasar yang perlu dijawab oleh Kemedikbud, bagaimana sistem ujian (pengukuran) akhirnya nanti? bagaimana kesiapan guru-guru dalam mengajar dengan kurikulum tematik ini terutama kesiapan kampus ‘pencetak’ guru? dan bagaimana bentuk buku yang akan menjadi acuan belajarnya? Dalam hal ini, sistem ujian dan penilaian harus relevan pula dengan tujuan dari kurikulum tersebut. Selama ini, ujian hanya ukuran sebatas nilai-nilai angka sebagai penentuan akhir murid untuk lulus dengan cara mengerjakan soal-soal pilihan berganda. Jadi, murid cuma mengejar nilai angka bukan nilai kejujuran.
Kuncinya ada di guru. Guru harus bisa mentransfer dan mentransformasi ilmu, guru harus menjadi inspirasi dan guru harus bisa memotivasi. Guru pun harus mengajar penuh praktik nan aplikatif. Guru harus berinteraksi dengan murid mengenai mengapa kita harus belajar ini dan itu. Biarkan murid yang menjawab dan berikutnya guru menjelaskan. Guru juga harus mengatahui hakikat dan kegunaan ilmu.Pernah ada ungkapan bahwa ‘A failed student is a teacher’s mistake’ atau ‘Murid gagal adalah kesalah guru’, walaupun menimbulkan pro dan kontra.
Akhirnya, ilmu jangan hanya dijadikan estetika yang lebih ditujukan pada kepuasan jiwa, malahan wajib sebagai konsep untuk memcahkan masalah. Ilmu itu harus bisa dijadikan konsep ‘menjelaskan-memprediksi-dan-mengontrol’ bukan sekedar ‘menghafal’.
sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2012/11/20/lagi-lagi-kurikulum-baru-lagi-509657.html