Betapa efek buruk perayaan Valentine’s Day telah membuat resah banyak kalangan. Tak sedikit para orang tua yang khawatir jika anaknya mengikuti perayaan yang biasa diperingati setiap tanggal 14 Februari itu. Selain karena hukum merayakan valentine haram dalam pandangan Islam, tak sedikit remaja yang hilang akal atas nama kasih sayang di hari Valentine. Contohnya saja, banyak remaja putri yang pada ‘hari kasih sayang’ rela menyerahkan kegadisannya pada sang kekasih.Tak sedikit pula, anak-anak muda merayakan hari valentine dengan menenggak minuman keras atau mengonsumsi narkoba. Sex bebas juga menjadi salah satu ‘menu’ dalam perayaan Valentine’s Day.
Melihat banyaknya tindakan kaum remaja yang bertentangan dengan Islam dalam merayakan hari Valentine, membuat pemerintah Malaysia menjadi gerah. Berbagai upaya terus dilakukan agar kaum muda Malaysia tidak terperangkap dalam jebakan perayaan sesat Valentine’s Day setiap tanggal 14 Februari itu.
Salah satu bentuk upaya yang dilakukan pemerintah Malaysia adalah meningkatkan kampanye menghentikan umat Islam merayakan Valentine. Sebab, sebagaimana diungkapkan wakil Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassing, perayaan Valentine yang identik dengan perayaan cinta yang romantis itu, sangat tidak tepat bagi umat Islam.
Mengenai larangan merayakan Valentine ini, sebenarnya pemerintah Malaysia sudah mengeluarkan fatwa pada tahun 2005. Akan tetapi, banyak kaum muda Malaysia mengabaikan keberadaan fatwa tersebut.
Oleh sebab itu, sejak perayaan Valentine tahun lalu, pemerintah Malaysia mulai memberikan sanksi tegas kepada umat Islam yang masih ‘bandel’ merayakan Valentine. Hal itu terbukti dengan ditangkapnya enam puluh sembilan muda-mudi muslim yang kedapatan turut merayakan Valentine. Delapan diantaranya terancam kurungan dua tahun penjara dan denda di Pidana Syariah Negara sekitar RM 3,000 (7 juta rupiah). Sedangkan enam puluh satu orang lainnya akan diberikan arahan dan bimbingan oleh Departemen Agama Islam Selangor.
Pemerintah Malaysia berharap, sanksi tegas yang diberikan pada umat Islam yang turut merayakan Valentine itu dapat menimbulkan efek jera. Hingga akhirnya, umat Islam di Malaysia tak lagi ikut-ikutan merayakan Valentine’s Day. Sebagaimana diungkapkan oleh Nik Azis Nik Abduh, wakil Partai Islam se-Malaysia, bahwa pemerintah Malaysia tidak ingin perayaan Valentine menjadi trend di kalangan umat Islam.
Jika demikian keadaannya di Malaysia, bagaimana di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah umat Islam? Beberapa Majelis Ulama Indonesia (MUI) daerah Alhamdulillah sudah mengeluarkan fatwa haram merayakan Valentine. Diantaranya adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara yang telah mengeluarkan fatwa haram perayaan Valentine sejak satu tahun yang lalu. Selain bertentangan dengan ajaran Islam, memperingati hari Valentine juga diungkapkan oleh pengurus MUI Sumatera Utara sebagai budaya barat yang kerap dirayakan dengan pelanggaran asusila.
Setelah MUI Sumatera Utara mengeluarkan fatwa haram perayaan Valentine’s day, disusul MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa yang sama. MUI Jawa Timur berpandangan ada dampak buruk dari perayaan Valentine, terutama bagi para remaja. Diungkapkan pengurus MUI Jawa Timur, penerapan hari kasih sayang pada kenyataannya lebih banyak digunakan untuk pergaulan bebas. Padahal selain berdampak buruk, hal ini juga secara tegas dilarang dalam ajaran Islam.
Pada pertengahan Desember 2011 lalu, MUI se-Kalimantan juga menerbitkan fatwa haram terhadap perayaan Hari Kasih Sayang atau Valentine’s Day. Fatwa haram itu ditujukan kepada seluruh umat Islam di Kalimantan, khususnya kalangan remaja dan pemuda yang kerap ikut merayakan tradisi umat agama lain.
Beberapa MUI daerah yang telah menerbitkan fatwa haram tersebut sedikit melegakan hati umat Islam di Indonesia. Meski demikian, fatwa haram beberapa MUI daerah tetap harus diperkuat oleh pemerintah pusat. Tidak cukup sekedar fatwa haram oleh para ulama, sebab hal itu kerap kali masih diabaikan oleh pihak-pihak yang memang sudah gandrung berperilaku maksiat. Sangat perlu kiranya pemerintah secara tegas melarang perayaan Valentine’s Day bagi seluruh umat Islam di Indonesia. Tentu saja, larangan tersebut juga harus disertai sanksi yang tegas bagi siapa saja yang tetap melakukan perayaan Valentine’s Day. Agar ada efek jera bagi pelakunya, dan yang utama, agar remaja dan juga pemuda-pemudi muslim di Indonesia terbebas dari jebakan budaya sesat Valentine’s Day.
Meski nasihat-nasihat, imbauan-imbauan para ulama, ustadz-ustadzah tentang Valentine selalu didengungkan tiap bulan Pebruari, tapi ternyata masih banyak orang tua para remaja yang masih berpemahaman salah tentang Valentine’s Day. Valentine hanya dianggap sebagai budaya remaja modern saja. Padahal ada bahaya besar di balik Valentine yang siap menerkam para remaja. Ini yang tidak disadari para orang tua.
Tiap bulan Pebruari remaja yang notabene mengaku beragama Islam ikut-ikutan sibuk mempersiapkan perayaan Valentine. Walau banyak ustad-ustazah memperingatkan nilai-nilai akidah Kristen yang dikandung dalam peringatan tersebut, namun hal itu tidak terlalu dipusingkan mereka. "Aku ngerayain Valentine kan buatfun-fun aja...." begitu kata mereka.
Tanggal 14 Pebruari dikatakan sebagai ‘Hari Kasih Sayang’. Apa benar? Mari kita tilik sejarahnya.
Siapakah Valentine?
Tidak ada kejelasan, siapakah sesungguhnya yang bernama Valentine. Beragam kisah dan semuanya hanyalah dongeng tentang sosok Valentine ini. Tetapi setidaknya ada tiga dongeng yang umum tentang siapa Valentine.
Pertama, St Valentine adalah seorang pemuda bernama Valentino yang kematiannya pada 14 Pebruari 269 M karena eksekusi oleh Raja Romawi, Claudius II (265-270). Eksekusi yang didapatnya ini karena perbuatannya yang menentang ketetapan raja, memimpin gerakan yang menolak wajib militer dan menikahkan pasangan muda-mudi, yang hal tersebut justru dilarang. Karena pada saat itu aturan yang ditetapkan adalah boleh menikah jika sudah mengikuti wajib militer.
Kedua, Valentine seorang pastor di Roma yang berani menentang Raja Claudius II dengan menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan dan menolak menyembah dewa-dewa Romawi. Ia kemudian meninggal karena dibunuh dan oleh gereja dianggap sebagai orang suci.
Ketiga, seorang yang meninggal dan dianggap sebagai martir, terjadi di Afrika di sebuah provinsi Romawi. Meninggal pada pertengahan abad ke-3 Masehi. Dia juga bernama Valentine.
Ucapan ”Be My Valentine”
Ken Sweiger dalam artikel “Should Biblical Christians Observe It?” (www.korrnet.org) mengatakan kata “Valentine” berasal dari Latin yang berarti : “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi “Sang Maha Kuasa”) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut syirik, artinya menyekutukan Allah Subhannahu wa Ta’ala. Adapun Cupid (berarti:the desire), si bayi bersayap dengan panah adalah putra Nimrod “the hunter” dewa Matahari. Disebut Tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!
Tradisi penyembah berhala
Sebelum masa kekristenan, masyarakat Yunani dan Romawi beragama pagan yakni menyembah banyak Tuhan atau Paganis-polytheisme. Mereka memiliki perayaan/pesta yang dilakukan pada pertengahan bulan Pebruari yang sudah menjadi tradisi budaya mereka. Dan gereja menyebut mereka sebagai kaum kafir.
Di zaman Athena Kuno, tersebut disebut sebagai bulan GAMELION. Yakni masa menikahnya ZEUS dan HERA. Sedangkan di zaman Romawi Kuno, disebut hari raya LUPERCALIA sebagai peringatan terhadap Dewa LUPERCUS, dewa kesuburan yang digambarkan setengah telanjang dengan pakaian dari kulit domba.
Perayaan ini berlangsung dari 13 hingga 18 Pebruari, yang berpuncak pada tanggal 15. Dua hari pertama (13-14 Februari) dipersembahkan untuk Dewi Cinta (Queen of Feverish Love) Juno Februata. Di masa ini ada kebiasaan yang digandrungi yang disebut sebagai Love Lottery/Lotre pasangan, di mana para wanita muda memasukkan nama mereka dalam sebuah bejana kemudian para pria mengambil satu nama dalam bejana tersebut yang kemudian menjadi kekasihnya selama festival berlangsung. Seiring dengan invasi tentara Roma, tradisi ini menyebar dengan cepat ke hampir seluruh Eropa.
Hal ini menjadi penyebab sulitnya penyebaran agama Kristen yang saat itu tergolong sebagai agama baru di Eropa. Sehingga untuk menarik jemaat masuk ke Gereja maka diadopsilah perayaan kafir pagan ini dengan memberi kemasan kekristenan. Maka Paus Gelasius I pada tahun 469 M mengubah upacara Roma Kuno Lupercalia ini menjadi Saint Valentine's Day.
Ini adalah upaya Gelasius menyebarkan agama kristen melalui budaya setempat. Menggantikan posisi dewa-dewa pagan dan mengambil St Valentine sebagai sosok suci lambang cinta. Ini adalah bentuk sinkretisme agama, mencampuradukkan budaya pagan dalam tradisi Kristen. Dan akhirnya diresmikanlah Hari Valentine oleh Paus Gelasius pada 14 Pebruari di tahun 498.
Bagaimanapun juga lebih mudah mengubah keyakinan masyarakat setempat jika mereka dibiarkan merayakan perayaan di hari yang sama hanya saja diubah ideologinya. Umat Kristen meyakini St Valentino sebagai pejuang cinta kasih. Melalui kelihaian misionaris, Valentine’s Day dimasyarakatkan secara internasional.
Jelas sudah, Hari Valentine sesungguhnya berasal dari tradisi masyarakat di zaman Romawi Kuno, masyarakat kafir yang menyembah banyak Tuhan juga berhala. Dan hingga kini Gereja Katholik sendiri tidak bisa menyepakati siapa sesungguhnya St Valentine. Meskipun demikian perayaan ini juga dirayakan secara resmi di Gereja Whitefriar Street Carmelite di Dublin-Irlandia.
Valentin di Indonesia
Valentine’s Day disebut ‘Hari Kasih Sayang’, disimbolkan dengan kata ‘LOVE’. Padahal kalau kita mau jeli, kata ‘kasih sayang’ dalam bahasa inggris bukan ‘love’ tetapi ‘Affection’. Tapi mengapa di negeri-negeri muslim seperti Indonesia dan Malaysia, menggunakan istilah Hari Kasih Sayang. Ini penyesatan.
Makna ‘love’ sesungguhnya adalah sebagaimana sejarah GAMELION dan LUPERCALIA pada masa masyarakat penyembah berhala, yakni sebuah ritual seks/perkawinan. Jadi Valentine’s Day memang tidak memperingati kasih sayang tapi memperingati love/cinta dalam arti seks. Atau dengan bahasa lain, Valentine’s Day adalah HARI SEKS BEBAS.
Dan pada kenyataannya tradisi seks bebas inilah yang berkembang saat ini di Indonesia. Padahal di Eropa sendiri tradisi ini mulai ditinggalkan. Maka, semua ini adalah upaya pendangkalan akidah generasi muda Islam.
Inilah yang dikatakan Samuel Zweimer dalam konferensi gereja di Quds (1935): “Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslim. Sebagai seorang Kristen tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas yang hanya mengejar kepuasan hawa nafsu”.